Naskah ini merupakan Koleksi Leiden University Libraries dengan judul Collective volumes of Syair Hamzah Fansuri Or. 2016.
Halaman f006b:
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Wal aqibatul lil muttaqin washsholawatu wassalamu ‘ala rasulihi waashabihi ajma’in…
Ketahui, bahwa Faqir Dhaif Hamzah Fanshuri hendak menyatakan jalan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ma’rifat Allah dengan bahasa Jawi dalam kitab ini. InsyaAllah ta’ala supaya segala hamba Allah yang tiada tahu akan bahasa ‘Arab dan bahasa Parisi, supaya dapat memicarakan Dia.
Adapun kitab ini dinamai Syarabul ‘Asyifin, yakni minuman segala orang yang birahi. Supaya, barang siapa hendak meminum minuman orang yang birahi, [maka] ke dalam kitab ini, supaya dapat diperolehnya. Karena perkataan orang yang birahi dalam kitab ini di-mukhtashir-kan juga tiada Muthawwal.
Adapun Ma’rifat Allah terlalu musykil jika tiada guru yang sempurna dan murid yang bijaksana. Tiada terbicarakan karena ma’rifat Allah rahasia Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Tetapi barang kuasa kita [se]-yogya-[nya] kita tuntut, seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam: man thalaba syai’an jiddan wajad. Yakni: barangsiapa menuntut sesuatu padahal disungguh-sungguhinya, niscaya diperolehnya.
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam: thalabul’ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin wa muslimat. Yakni: menuntut ilmu [adalah] fardhu atas segala Islam laki-laki dan segala Islam perempuan.
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam: utlubil’ilma walaukana bishshin. Yakni: pergi tuntut olehmu ilmu jikalau di benua Cina sekalipun. Dan firman Allah ta’ala: wa ma khalaqtuljinna wal insa illa liyabuduni.
Halaman f007a:
Yakni: tiada kujadikan jin dan manusia melainkan bagi menyembah Daku, yakni mengenal Daku.
Dan firman Allah ta’ala pada Hadit Qudsi: kuntu kanza makhfiyyan fa ahbabtu an ‘urafa fakhalaqatul khalqa li’urafa. Yakni: adalah Aku pada perbenda[ha]raan yang ter[sem]bunyi, maka Ku kasih akan dikenal Daku, maka kujadikan segala makhluk supaya dikenal Aku.
Karena ini, maka kata Ahlus Suluk, [bahwa] mengenal Allah [adalah] Fardhu, dan menyembah Allah pun Fardhu seqadar kuasa kita. Jangan Tafshir dan jangan mencari kebesaran dunia dan harta banyak lebih dari pada pagi dan petang dan Masyghul-kan anak-istri dan makan-minum seperti binatang. Karena manusia itu terlalu mulia pada Allah ta’ala.
[se]-Yogya-[nya] kita ketahui kemuliaan diri kita. Yakni barang siapa berma’rifat dan berbuat ibadah banyak, orang itulah mulia pada Allah ta’ala. Barang siapa tiada berma’rifat dan tiada berbuat ibadah, orang itulah Naqis hukumnya. Seperti firman Allah: lahum qulubun la yafqahun biha walahum ‘ayunun la yubshirun biha walahum adzanun la yasma’un biha, ulaika kal an’ami bal hum adhallu, ulaika humul ghafilun. Yakni: bermula, bagi mereka itu hati [yang] tiada paham mereka itu dalamnya dengan dia, dan bagi mereka itu mata [yang] tiada mereka itu melihat dengan dia, dan bagi mereka itu telinga [yang] tiada mereka itu mendengar dengan dia, mereka itulah seperti binatang di kita, mereka itu terlalu sesat, mereka itulah yang lupa akan Tuhannya.
Daripada ayat itu, jangan kita Ghafil, jangan kita sangka akan Kafir juga Ghafil. [se]-Yogya-[nya] kita kerjakan taat dan mencari Ma’rifat kepada guru yang sempurna kepada Syariat dan Thariqat dan Haqiqat.
Halaman f007b:
Karena Syari’at seperti pagar, Thariqat seperti rumah, Haqiqat seperti isi rumah. Jika rumah itu tiada berpagar, [maka] akibatnya isi rumah itu dicuri orang, yakni [ketakwaan] kepada Allah. Jika tiada dengan Syariat, akibat-[nya] di-haru (garuk) Syaithan. Seperti sabda Allah ta’ala: alam a’had ilaikum ya bani adama an la ta’budu syaithana innahu lakum ‘aduwwu mubin. Yakni: tiadakah Aku berjanji dengan kamu, hai anak Adam, bahwa jangan kamu menyembah Syaithan, bahwa sesungguhnya ia bagi kamu seturu terlalu nyata.
Yogya kita memagari diri kita supaya kita jangan di-haru Syaithan. Barangsiapa memagari dirinya dengan pagar Syariat, tiada dapat di-haru Syaithan. Adapun, barang siapa keluar dari pada kandang Syariat, niscaya dapat di-haru Syaithan. Adapun barang siapa menyatakan Syariat ini kecil, atau mencela dia, [maka] Kafir, na’udzu billahi minha.
Karena dia Syariat tiada bercerai dengan Thariqah, Thariqah tiada bercerai dengan Haqiqah, Haqiqah tiada bercerai dengan Ma’rifat. Seperti kapal: sebuah Syariat seperti lunas, Thariqah seperti papan, Haqiqah seperti isinya, Ma’rifat akan labanya. Apabila lunas dibuangkan, niscaya kapal itu karam, [maka] Laba pun lenyap, modal pun lenyap, merugi di kita. Wallahualam bishawab.
BAB AL-AWWAL FI BAYAN AMAL AL-SYARI’AT
Ketahui bahwa yang dinamai Syari’at, [bahwa] firman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita berbuat baik, melarangkan berbuat jahat. Seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam: asy-syari’atu aqwali, Yang Syariat, kataku! Adapun, kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam daripada Allah ta’ala juga. Seperti dalil Quran, bukan daripada kehendak hatinya, berkata seperti sabda Allah ta’ala: wa ma yanthiqu ‘anilhawa, in huwa illa wahyun yuha.
Halaman f008a:
Yakni: tiada Nabi Shollallahu ‘alaihi wassalam berkata daripada kehendak hatinya, bahwa melainkan ia yang diturunkan Allah ta’ala kepadanya firman. Adapun Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala [adalah] esa tiada dua, dan tiada sebagainya, dan tiada bertimbal, dan tiada sekutu dan sebangsa, dan tiada serupa, dan tiada berjihat, dan tiada bertempat.
Seperti sabda Allah ta’ala: laisa kamitslihi syaiun. Yakni: tiada sebagai-Nya suatupun. Sabda Allah ta’ala: subhanaallah ‘amma yashifun. Yakni: maha suci Allah ta’ala, tiada dapat diperikan.
Adapun, perkara Syari’at sendiri, pertama Syahadat dan sembahyang Fardhu, memberi Zakat dan puasa Fardhu. Jika ada ber-Zawadah, [maka] pergi naik Hajji. Kelimanya ini [adalah] Syariat Nabi Shollallahu ‘alaihi wassalam. Adapun Syariat [ada] tiga perkara. [Pertama] suatu Syariat [yang] barang dilihatnya tiada dilarang; [Kedua] suatu syariat yang disuruh [adalah] suatu Syariat yang diperbuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam; Seperkara [lainnya], yogya kita membawa Iman akan Nabi Shollallahu ‘alaihi wassalam bahwa ia persuruh Allah ta’ala. Barang katanya [adalah] sungguh, [dan] barang perbuatannya [adalah] benar.
Barang siapa ‘Itiqad-nya [kepada] sabda Rasulullah ‘alaihi wasallam [adalah] tiada sungguh atau perbuatannya tiada benar, [maka] Kafir na’udzu billahi minha. Karena Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam dijadikan Allah subhanahu wata’ala lebih dari pada makhluk sekalian. Apabila ia lebih dari pada makhluk sekalian, niscaya barang perbuatannya [adalah] benar [dan] barang katanya [adalah] sungguh. Barang siapa Birahi akan Allah, yogya diturut perbuatan Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam, maka sempurna Birahi dan sempurna ber-Ma’rifat. Karena ia sempurna Birahi-nya dan sempurna memakai suluk. Barang siapa tiada menurut Fi’il-nya, yaitu Naqis dan sesat hukumnya.
Halaman f008b:
Karena Syariat dan Haqiqat [adalah] pakaian Nabi. Apabila kita tinggalkan suatu dari pada tiga itu, [maka] Naqish hukumnya. Jika Haqiqat tiada dengan Syariat, [maka] binasa. Adapun barang siapa mengerjakan sembahyang Fardhu dan puasa Fardhu dan makan Halal dan meninggalkan Haram dan berkata benar dan tiada laba dan tiada dengki dan tiada minum tuak dan tiada mengupat orang dan tiada mengadu-ngadu dan tiada Zinah dan tiada ‘Ujub dan tiada Riya dan tiada Takabur, [dan] banyak lagi Mitsal-nya ini, ia itu memakai Syariat. Karena perbuatan itu [adalah] perbuatan Muhammad Rasulullah shollalluhu ‘alaihi wasallam.
Yogya kita turut supaya dapat kita ke dalam Thariqat. Karena Thariqat tiada lain dari pada Syariat. Seperti sabda Allah ta’ala: Qul inkuntum tuhibbunallaha fattabi’uni yuhbibkumullah. Yakni: katakan, ya Muhammad, jika ada kamu mengasihi Allah, turut perbuatanku supaya kamu dikasihi Allah ta’ala.
Dan sabda Allah ta’ala: ma atakumurrasulu fakhudzhuhu wa ma nahakum ‘anhu fantahu. Yakni: Barang diberikan Rasulullah kepada kamu, [maka] ambil daripadanya, [dan] bermula: barang yang dilarangkan Rasulullah tinggalkan oleh kamu.
Kata Syamsyu Tabriz: Syariat ramuqadam daram aknun haqiqat az Syariat nisbat baruni. Yakni: yang Syariat itu kudahulukan sekarang, karena Haqiqat dengan Syariat tiada berlainan. Kasikudar Syariat rasyikh ayad haqiqat rahbarway khubkasyayad. Yakni: barang siapa ia itu kepada Syariat sempurna, [maka] datang jalan Haqiqat kepada orang itu, niscaya memukakan dirinya.
Adapun perkara Syariat banyak, mana dapat sekaliannya disebut? Dalam kitab ini, isyarat Mukhtashar juga tersebut.
Halaman f009a:
Barang siapa Birahi akan Allah ta’ala, yogya dicari dengan budi pula. Wallahu a’lam bi shawab.
BABUTSANI FI BAYANI A’MALITH THARIQAT
Ketahui bahwa Thariqat itu tiada lain dari pada Haqiqat. Karena Thariqat [adalah] permulaan Haqiqat. Seperti Sabda Rasulullah: aththariqattu af’ali. Yakni: Yang Thariqat itu [adalah] perbuatanku.
Adapun permulaan Thariqat [adalah] Taubat. Seperti Taubat Nashuha dari pada segala dosa yang Madhi. Karena sabda Allah ta’ala: Ya ayyuhalladzdzina amanu tubu ilallahi taubatan nashuhan. Yakni: hai segala mereka yang membahwa Iman, Taubat-lah kamu kepada Allah dengan Taubat Nashuha, yakni setelah sudah Taubat, jangan kembali lagi.
Dan sabda Allah ta’ala: innallaha yuhibbuttawwabina wa yuhibbul mutathahirrin. Yakni: bahwa sesungguhnya Allah ta’ala kasih akan orang Taubat dan kasih akan orang menyucikan diri.
Dan Tarkuddu-nya, yakni: jangan menaruh harta dunia banyak lebih dari pada [yang] dimakan dan diperkain. Karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam: tarkuddunya ra’su kulli ‘ibadatin, hubbuddunya ra’su kulli khathiatin. Yakni: meninggalkan dunia [adalah] kepala segala ‘ibadah, kasih akan dunia [adalah] kepala kejahatan.
Dan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam: kun fiddunya kaannaka gharibun au ‘abiru sabilin wa ‘uddanafsaka min ashhabil qubur. Yakni: diam dalam dunia, engkau seperti dagang atau seperti orang melalui jalan, dan jadikan dirimu dari pada orang isi kubur.
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: man tawakalla ‘alallahi kafa. Yakni: barang siapa menyerahkan dirinya kepada Allah, [maka] padalah. Arti Tawakkal [adalah] tiada Shak [di] dalamnya. Seperti sabda Allah ta’ala: Fatawakkalu inkuntum mu’minin. Yakni: serahkan diri kamu pada Allah jika ada kamu orang percaya.
Author Profile
- Lahir dari seorang ayah penggemar wayang golek dan pengidola dalang Sunda asal Bandung, Jawa Barat. Senang menjelajahi berbagai wilayah di Indonesia dan menelusuri berbagai khazanah di dalamnya. Berpengalaman sebagai Jurnalis dan Event Management. Saat ini, sedang menekuni mitologi Mahabarata dan khazanah Syekh Hamzah Fansuri.